Semakin menengok pada dosa, justru semakin terpaut dengan dosa.

Baru-baru ini saya mendapat pemahaman mengenai sebab seseorang lebih cenderung tidak menyadari asal kedatangan dosa, dan saya rasa pemahaman ini cukup menyenangkan karena seketika setelah mendapat pemahaman ini, kebiasaan buruk saya benar-benar lenyap (sejauh ini). Konsepnya begitu sederhana, dosa bisa ada karena secara sadar kita memikirkan dan berniat untuk melakukannya, namun tidak ada tujuan di dalamnya. Apakah ada kasus dimana sebelum seseorang berniat untuk melakukan dosa, ia mempertimbangkan tujuan dari dosa tersebut? Tidak akan pernah, yang ada hanyalah pertimbangan mengenai bagaimana kelanjutan setelah dosa itu dibuat, lalu apa ganjaran dari dosa itu, dan apa pula pertanggungan atau beban yang didapatkan paska dosa itu akan telah diperbuat. Dalam beberapa kasus yang saya alami, seakan-akan ada anggapan bahwa sesaat sebelum melakukan dosa, saya mampu untuk memikul beban sebagai ganjaran dosa, dan bahkan saya sudah menyiapkan strategi agar saya tidak melakukan dosa itu kembali. Cukup banyak waktu terbuang bagi saya untuk memikirkan cara agar saya dapat menghentikan dosa yang sudah mengikat, layaknya roda yang tetap berputar sesuai poros dan arah perputarannya, saya tetap ada dalam perputaran dosa tersebut. Sangat menjengkelkan. Dalam beberapa bentuk "kelaliman" yang mengikat, seseorang yang sadar akan dampak/upah dosa pasti akan menyatakan bahwa dirinya telah sengaja memutus hubungan dengan Tuhan sementara, itu yang selalu terngiang-ngiang dalam benak saya kapanpun dan dimanapun. Sangat mengganggu setiap kegiatan saya sehari-hari, apakah anda mengalami hal yang sama?

Lantas, apa pemahaman yang baru saya dapatkan sehingga sampai sejauh ini saya merasa hubungan saya dengan dosa yang mengikat tersebut telah terputus sama sekali? Tentu saja putusnya hubungan itu disebabkan karena pertolongan Tuhan, Tuhan menolong saya dengan pemahaman bahwa tidak seharusnya saya menempatkan dosa pada pemikiran, sedikitpun jangan sampai ada. Arahkan segala panca indra jasmani (mata, telinga, penciuman, lidah) pada segala sesuatu yang berkaitan dengan perintah Tuhan, selain itu semua adalah sesuatu yang tidak perlu diterima oleh pikiran. "Cukup seperti itu saja!!!" Melihat pada pengalaman, saya cenderung lebih memikirkan bagaimana dosa itu lenyap, bagaimana dosa itu tidak melekat pada diri lagi, itu sama saja saya senantiasa menaruh dosa dalam pikiran saya padahal seharusnya yang saya harus lebih utamakan adalah menaruh perintah Tuhan dalam pikiran saya, bukan malah dosa.

Ada nats yang ingin saya sampaikan sebagai referensi dalam upaya melengkapi pemahaman yang saya bagikan tadi, yaitu Surat Paulus kepada jemaat di Efesus pasal 6 ayat 11 : "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis."
Surat Paulus kepada jemaat di Kolose pasal 3 ayat 5 sampai 13 : "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka]. Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya. Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah, dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambaran Khaliknya; dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu."

Kembali saya tekankan, bahwa tidak seharusnya menempatkan dosa pada pemikiran, sedikitpun jangan sampai ada. Arahkan segala panca indra jasmani (mata, telinga, penciuman, lidah) pada segala sesuatu yang berkaitan dengan perintah Tuhan, selain itu semua adalah sesuatu yang tidak perlu diterima oleh pikiran. Cukup demikian!


0 comments: