Ahok vs DPRD

Kasus korupsi yang diduga terjadi dalam tubuh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta serta konflik antara Basuki Cahaya Purnama dengan beberapa anggota DPRD Jakarta cukup menjadi fenomena yang menarik perhatian publik dengan begitu cepat dan melekat pada rakyat Indonesia, baik yang muda maupun yang tua. Saya melihat beberapa aspek yang sepatutnya tidak terjadi pada kasus tersebut, yaitu aspek komunikasi politik yang ada di pihak Basuki Cahaya Purnama yang terkesan belum mencerminkan sikap arif seorang pemimpin, terlepas dari motif dan latarbelakang cara bicaranya yang keras dan cenderung kurang sopan, seharusnya pemimpin yang “bijak” tau dimana saat yang tepat untuk menanggapi persoalan dengan tenang ataupun dengan cara tegas maupun keras. Namun ketika saya telusuri mengapa pria yang sering disebut “Ahok” ini menggertak salah satu anggota DPRD pada pertemuan resmi terkait mediasi DPRD Jakarta dan Pemprov tanggal 5 Maret 2015 silam, ternyata itu merupakan strategi dalam upaya mendesak salah satu pemimpin daerah yang mengetahui kebohongan yang terjadi di tubuh DPRD Jakarta. Saya cukup terpuaskan, karena persepsi yang saya anggap benar selama ini, ternyata belum tepat, saya perlu mencapai kebenaran dari beberapa sumber informasi yang terpercaya (dalam hal ini saya banyak mengambil sumber informasi dari media cetak Online Kompas.com ) yang meluruskan pandangan dengan bukti-bukti serta informasi lain yang berguna sebagai referensi. 

Akhir-akhir ini, saya kerap berdebat dengan teman seasrama saya mengenai kasus “Ahok vs DPRD”, dirinya cukup mampu memberikan argumentasi dengan jelas kepada saya yang lebih condong memihak pada DPRD dan anti terhadap Ahok, bahkan terkadang ia mengungkapkan pandangannya dengan nada yang tinggi, saya rasa dia tidak ingin pandangannya dicela oleh pendapat saya. Saya melihat bahwa teman saya ini cukup represif dalam mengulas kebobrokan Ahok lantaran dia merasa bahwa dirinya lebih mengetahui seluk beluk peristiwa yang terjadi dan terkait pula pada sikapnya yang skeptis bila kepemimpinan di Indonesia diduduki oleh pemimpinan beragama Nasrani ataupun warga keturunan etnis Cina. Saya cukup menghargai sikap kritisnya dalam mengawasi perkembangan politik di Indonesia, serta keuletannya dalam menganalisa informasi yang diterimanya, bahkan ia mengungkapkan bahwa informasi yang banyak saya dapatkan dari media televisi tidak sepenuhnya benar, dan ia merekomendasikan saya untuk lebih selektif dalam memilih sumber informasi karena terdapat media-media informasi tertentu yang berkedok pencitraan untuk satu pihak tertentu, salah satunya kepada pemerintah, apalagi dia kerap membeberkan contoh media yang dia rasa paling benar dan yang sering menguak konspirasi politik dan kabar-kabar tersembunyi yang secara sengaja dirahasiakan media-media pro-pemerintah. Saya menilai bahwa dia cenderung subjektif dalam meragukan peristiwa-peristiwa politik yang sudah sangat jelas kebenarannya, walau hanya bermodalkan kabar-kabar pendukung yang sangat diragukan dan kurang begitu padat. Saya pun kerap mengingatkan padanya untuk cakap dalam menerima informasi, bukan malah hanya  membaca tulisan media secara setengah-setengah. Walaupun baik untuk kritis, namun bila terlalu kritis dalam menanggapi isu, justru cara itu mendorong tindakan ataupun pandangan yang jauh dari kata rasional dan terkesan subjektif yang pada akhirnya hanya akan memperpanjang keributan akibat berlama-lama berputar dalam berdebat.

Dalam menanggapi tudingan Ahok yang mengungkapkan bahwa adanya tindakan korupsi dan manipulasi data dalam pengusulan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Jakarta, saya berasumsi bahwa Ahok merupakan pihak yang layak didukung sepenuhnya, karena berdasarkan bukti dan informasi lain yang terkait pada isu ini sudah cukup meyakinkan publik bahwa integritas Ahok beserta pihak-pihak di belakangnya pantas diapresiasi. Namun dengan pernyataan saya itu tak lantas membuat saya sepenuhnya memihak pada Lembaga Eksekutif, karena bagaimanapun, isu ini menyangkut pada banyak aspek dan didalamnya banyak sekali permasalahan lain yang kuat relasinya namun belum terbuka dengan jelas. 
Pada dasarnya kejujuran dan ketelatenan dalam mengendalikan situasi dalam wilayah yang dipimpin adalah tugas utama pemimpin, begitu juga dengan yang diemban Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, dalam kepemimpin Ahok, saya rasa cukup menyenangkan ketika melihat reformasi yang dilakukannya pada tubuh Kepemerintahan Provinsi DKI Jakarta dengan tegas memecat setiap PNS yang melanggar setiap tatanan dan aturan yang telah disepakati. Menghadapi situasi politik yang kurang begitu baik, saya rasa inilah saatnya publik lebih meningkatkan fungsi pengawasan sebagai peran utama warga Negara, namun saat seperti ini pun media informasi dan pemerintah sendiri harus membuka pintu lebar-lebar agar warga sebagai pihak yang dilayani mendapatkan informasi yang membantu menguak setiap asas dari sebuah peristiwa yang ada dalam bidang kepemerintahan, dan juga mencegah perpecahan opini di dalam pandangan warga Negara. Selebihnya, bila ada sesuatu yang tak cukup dengan hanya diidentifikasi melalui media agar bisa diperkuak, maka setiap orang yang merasa membutuhkan kejelasan lebih pun perlu mempelajari seluk beluk kepemerintahan secara holistik, baik dari sisi teknis maupun nonteknisnya. Pada akhirnya bila Pemerintah dan pihak media berintegritas terhadap asas tujuan pelayanan publik, maka warga Negara pun akan lebih bijak dalam mengawasi dan menanggapi jalannya pergerakan politik.

0 comments: