Masa Transisi, apakah kedewasaan diukur dari jumlah umur yang dijalani??
Beralih ke
peristiwa lainnya, yaitu munculnya rutinitas baru yang beragam dan menghabiskan
banyak waktu. Saat ini saya sedang menjalani rutinitas sepakbola yang saya
mulai sejak akhir bulan Februari, di setiap sore hari Senin, Rabu, Jum’at, dan
Sabtu saya bersama dengan satu kawan bersama menuju ke daerah Kedonganan, Kuta untuk berlatih dengan
tim sepakbola yang dikelola oleh satu yayasan nonprofit. Saya menganggap ini adalah kesempatan yang luar biasa,
tanpa biaya sedikitpun saya dapat leluasa untuk menggunakan fasilitas lapangan
sepakbola berkuliatas tinggi yang disediakan, mendapatkan pelatihan teknis, dan
juga relasi yang memberi peluang menuju karir professional, saya rasa akan sangat bodoh apabila hal ini dilewatkan,
terlebih kegiatan ini berguna untuk mengasah potensi saya di bidang olahraga
dan kebugaran, namun ketika saya diperhadapkan dengan perkuliahan yang cukup
menuntut waktu dalam menyelesaikan beberapa tugas kelompok dan individu,
sepertinya saya gagal dalam mengelola waktu. Ditambah lagi ada rutinitas baru
di gereja yang diadakan setiap senin malam yang sangat riskan apabila saya
lewatkan, di satu sisi rutinitas baru ini memberi alternative agar waktu yang dimiliki tidak terbuang sia-sia di
kamar, namun disisi lain waktu yang dimiliki untuk beristirahat atau meluangkan
waktu dengan kerabat seperti biasanya menjadi hilang. Dari kondisi ini, saya
mendapat point penting bahwa
pembagian persentase prioritas itu sangat penting dalam strategi mencapai target
baik dalam target jangka pendek maupun jangka panjang, mungkin saya tidak perlu
menjabarkan target-target apa saja yang dimiliki, namun dengan kondisi saat ini
yang diisi dengan rutinitas baru, saya akan lebih memprioritaskan perkuliahan,
kemudian fokus pada kesehatan dan keterampilan yang ada (sepakbola dan musik),
sisanya dikonsentrasikan pada relasi pertemanan dan beberapa usaha sampingan
untuk menambah tabungan.
Dari beberapa
peristiwa yang baru saja dibahas, saya yakin bahwa hal serupa bisa jadi kerap
dialami oleh orang-orang lainnya, namun yang terpenting ialah respon, respon
yang dimunculkan menjadi penentu apakah persitiwa tertentu dapat menjadi
manfaat yang baik bagi diri sendiri atau tidak. Maka dari itu, apakah
kedewasaan sebenarnya diukur dari jumlah umur yang dijalani? Saya rasa, umur
memang mempengaruhi, karena dengan umur yang lebih panjang otomatis seseorang
berkemungkinan memiliki banyak sekali pengalaman-pengalaman yang beragam dan
mempengaruhi kualitas dirinya. Namun, saya lebih condong menganggap bahwa
kemampuan dan kepekaan respon seseorang terhadap satu peristiwa penting dalam
hidupnya lah yang akan membawa seseorang kepada progres peningkatan kualitas
diri dan kedewasaan sebenarnya, seseorang patut untuk sensitive dalam menjalani peristiwa-perisitiwa yang sangat
berpengaruh bagi dirinya, dan secara langsung progres-progres yang dimiliki akan membentuk kedewasaan yang
sebenarnya. Jadi tak perlu menunggu hingga usia dianggap matang untuk menjadi
dewasa, cukup menjadi orang yang “tajam” dalam menyikapi segala hal yang
terjadi, haus untuk mengetahui pengalaman-pengalaman yang telah dilewati orang
lain, belajar dan banyak berpikirlah untuk mendapat terobosan baru untuk
memecahkan suatu masalah, ciptakan prinsip-prinsip dan pola pikir sendiri, maka
kamu dapat menjadi orang yang dapat berdiri dalam kondisi apapun.
Pada intinya, andalkanlah Tuhan,
hidupi Kehidupan Kristus, maka semuanya akan luar biasa baik.
A b c
C d a
C e a
A c b
E c a
Apaan tuh ya yang di atas??? :D